
Repelita Jakarta - Wacana penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar kian menguat dan menyita perhatian berbagai kalangan di tubuh partai.
Dorongan untuk mengganti Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, semakin mendapat sorotan tajam, seiring dengan munculnya dinamika politik baru usai berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo.
Sejumlah kader senior partai menilai bahwa keterkaitan erat Bahlil dengan Jokowi justru menjadi beban elektoral yang merugikan posisi strategis Golkar di masa transisi kekuasaan nasional.
Kedekatan tersebut dianggap menyulitkan partai untuk membangun kembali citra kemandirian politik yang telah lama dipegang Golkar.
Lebih jauh, beberapa suara internal menyebut bahwa keberpihakan Bahlil terhadap kekuasaan lama justru menjadi penghambat utama dalam proses reposisi partai pada peta kekuatan politik baru yang sedang terbentuk.
Tak hanya itu, sejumlah kebijakan Bahlil selama menjabat di pemerintahan turut diperbincangkan sebagai faktor yang memperburuk persepsi publik terhadap partai.
Isu-isu seperti polemik distribusi LPG 3 kilogram dan skandal pertambangan di Raja Ampat menjadi deretan kontroversi yang dinilai mencoreng nama Golkar dan menimbulkan kegelisahan di kalangan kader.
Dinamika ini diperkuat oleh beredarnya kabar bahwa sinyal pergantian kepemimpinan telah mendapat lampu hijau dari lingkaran kekuasaan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, dikabarkan menjadi tokoh yang digadang-gadang untuk menggantikan Bahlil.
Sosok Nusron disebut telah menerima panggilan khusus ke Hambalang guna membahas arah baru Golkar serta kesiapan menghadapi kemungkinan Munaslub dalam waktu dekat.
Jika arus dorongan ini terus menguat dan mendapatkan dukungan luas dari faksi-faksi strategis, maka Munaslub diperkirakan akan digelar sebelum akhir tahun sebagai upaya penyelamatan arah politik partai.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

