Repelita Jakarta - Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menanggapi kritik Partai Nasdem terkait putusan Mahkamah Konstitusi soal pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu lokal.
Bivitri menilai bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mengambil alih kewenangan lembaga legislatif sebagaimana yang dituduhkan.
Menurutnya, MK hanya memberikan batasan konstitusional agar arah demokrasi tetap sesuai koridor UUD 1945.
"Para hakim MK tidak berniat membentuk undang-undang. Mereka hanya menafsirkan pasal yang diminta dan mengembalikan kepada pembentuk undang-undang untuk menindaklanjuti," kata Bivitri, Selasa 1 Juli 2025.
Ia menjelaskan bahwa keputusan MK nomor 135/PUU-XXIII/2025 telah menetapkan batasan yang mesti dipatuhi oleh DPR dan pemerintah.
Kini, menurut Bivitri, keputusan ada di tangan pembentuk undang-undang apakah akan merevisi UU Pemilu atau tetap membiarkannya.
Ia menambahkan bahwa yang dimaksud dengan rekayasa konstitusional adalah penyesuaian aturan di tingkat undang-undang agar sejalan dengan tafsir yang telah diputuskan MK.
Di sisi lain, Partai Nasdem menilai langkah MK itu melampaui kewenangan konstitusionalnya.
Nasdem menyebut putusan tersebut seharusnya berada dalam ranah open legal policy yang menjadi wewenang DPR dan Presiden.
Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem, Lestari Moerdijat, mengatakan MK telah bertindak seperti pembentuk undang-undang.
"MK telah memasuki ranah kewenangan legislatif terkait kebijakan hukum terbuka," ucap Lestari dalam pernyataan di Jakarta Pusat, 30 Juni 2025.
Ia juga mengkritik bahwa MK tidak melakukan metode moral reading dalam menafsirkan konstitusi dan justru berlaku sebagai negative legislator.
Menurut Lestari, keputusan MK tersebut tidak sejalan dengan Pasal 22e ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan pemilu diselenggarakan setiap lima tahun.
Ia menekankan bahwa pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah tetap merupakan bagian dari rezim pemilu dan harus dilakukan serentak sesuai amanat konstitusi.
“DPRD dijelaskan sebagai bagian dari rezim pemilu di Pasal 22e, dan pilkada ditegaskan dalam putusan MK tahun 2022,” terang Lestari.
Karena itu, Nasdem menilai pemisahan waktu pemilu lokal dan nasional bertentangan dengan prinsip dasar dalam sistem demokrasi yang berlaku. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.