Repelita Jakarta - Mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu mengungkap kemunculan nama Profesor P dalam dugaan kasus ijazah Jokowi sebagai indikasi adanya hasrat kekuasaan berlebihan pada masa kepemimpinan Jokowi.
Said Didu menyebut hal tersebut sebagai bukti praktik makelar jabatan yang diduga dilakukan secara sistemik.
Sementara itu, pakar telematika Roy Suryo mengaku menerima sejumlah pesan WhatsApp sejak Minggu yang mempertanyakan kebenaran kabar keterlibatan mantan Wakil Menteri Desa dalam isu ijazah palsu Presiden Jokowi.
Roy menjelaskan bahwa informasi tersebut bersumber dari Sri Rahardja Chandra, yang dikenal sebagai Pemerhati Intelijen.
SRC disebut mengirimkan dokumen sepanjang dua halaman berjudul Bukti Baru Dugaan Otak di Balik Pembuatan Ijazah Palsu Jokowi.
Roy mengatakan bahwa dokumen tersebut menjelaskan dengan gamblang sosok Profesor P, termasuk rekam jejak dan keterkaitannya dengan Universitas Pasar Pramuka (UPP).
Dalam dokumen itu juga disebutkan latar belakang kelam sang profesor, termasuk kebiasaannya mengonsumsi alkohol dan kebiasaan buruk lainnya.
Roy menambahkan bahwa ada kemiripan antara Profesor P dan Budi Arie, baik dari sisi latar belakang maupun keterlibatan dalam kelompok relawan Jokowi.
Ia menyebut keduanya berada dalam kelompok yang berbeda, Budi Arie di Projo, sedangkan Profesor P di Sedulur Jokowi.
Menurut Roy, relawan-relawan tersebut mendapat banyak keistimewaan seperti jabatan komisaris dan posisi strategis yang dibayar dari uang negara.
Ia menilai kondisi tersebut merupakan modus untuk mengeruk uang rakyat secara tidak profesional.
Roy juga menyinggung soal peningkatan status ekonomi para anggota kelompok tersebut yang berlangsung secara drastis.
Tak hanya itu, Roy mengaku pernah menerima pesan pribadi dari Profesor P sekitar satu setengah bulan lalu yang menurutnya bernada intimidatif.
Pesan tersebut ia terima pada 6 Mei 2025 pukul 07.41 WIB, namun ia memilih tidak membalas karena merasa pesan itu tidak penting dan mengandung tekanan.
Roy kemudian meneruskan pesan tersebut kepada SRC untuk ditelaah dan dikaitkan dengan dokumen dugaan ijazah palsu.
Ia menduga pesan tersebut bertujuan agar dirinya menghentikan penyelidikan terkait dugaan keterlibatan Profesor P.
Roy juga menyinggung adanya usaha fotocopy dan percetakan di sekitar UPP Salemba yang diduga dimiliki oleh Profesor P.
Ia mengaitkan hal itu dengan pernyataan Bambang Beathor Suryadi yang menyebut dua nama pemesan ijazah UPP adalah Widodo dan Denny.
Menurutnya, nama-nama tersebut bisa berkaitan dengan usaha yang dijalankan oleh Profesor P di wilayah tersebut.
Roy juga mengungkap adanya dugaan upaya untuk menutupi jejak para oknum yang bertanggung jawab dalam proses pembuatan ijazah palsu versi UPP.
Ijazah yang dimaksud disebut tidak identik dan tidak otentik dengan ijazah resmi keluaran Universitas Gadjah Mada tahun 1985.
Menjelang peringatan HUT Bhayangkara, Roy mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menepati janji PRESISI dengan menelusuri jejak pencetakan ijazah palsu tersebut.
Ia juga mendorong pengungkapan nama-nama oknum yang diduga terlibat dan masih aktif hingga kini.
Roy berharap penyelidikan lama, termasuk soal penangkapan dua orang dari operasi tahun 2015 di UPP, serta kebakaran yang terjadi di lokasi pada Desember tahun lalu, bisa dibuka kembali.
Menurut Roy, kasus ini kini semakin mencuat dan pola modus operandinya mulai terbaca.
Ia menduga keterlibatan sejumlah pejabat negara dalam kasus ini semakin terbuka, bahkan ada potensi pejabat tingkat menteri atau menko ikut terseret.
Roy menyatakan bahwa meskipun para pihak yang terlibat mungkin masih bisa mengelak, kebenaran pada akhirnya akan terungkap.
Ia menutup pernyataannya dengan keyakinan bahwa Tuhan akan membuka semuanya pada waktu yang tepat. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok