Repelita Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia, Rahman Mukhlis, menyerukan pentingnya saling menghargai antara pendaki dan penyedia jasa wisata gunung.
Pernyataan ini muncul menyusul viralnya insiden perebutan area kemah yang sempat ramai di media sosial.
Rahman menegaskan bahwa setiap pendaki memiliki hak yang sama untuk menggunakan lahan kemah yang telah ditetapkan di setiap gunung.
Ia mengajak semua pihak menunjukkan empati dan tenggang rasa, tanpa memaksakan kehendak atas tempat berkemah tertentu.
Menurutnya, zona kemah di setiap gunung bersifat terbuka bagi siapa saja yang lebih dahulu tiba di lokasi.
Pendaki individu, komunitas, maupun peserta open trip berhak memilih tempat yang tersedia, selama masih berada dalam zona resmi.
Rahman mengingatkan agar tidak membuka lahan baru di luar area yang sudah disediakan oleh pengelola.
Ia juga menyarankan agar saat kondisi pendakian padat, para pendaki dapat berbagi area kemah dengan jarak tenda yang mungkin lebih berdekatan.
Fasilitas berkemah, katanya, menjadi bagian penting dalam menjamin keselamatan dan kenyamanan selama berada di gunung.
Ia meminta seluruh pendaki menghormati batas kapasitas pengunjung yang sudah ditentukan oleh pengelola objek wisata pendakian.
Setiap zona kemah yang telah ditetapkan, kata Rahman, sudah disesuaikan dengan kuota pengunjung yang diizinkan.
Pihak pengelola tidak mengatur siapa yang boleh menggunakan tempat tertentu, melainkan menyediakan zona yang dapat digunakan bersama.
Pernyataan ini disampaikan Rahman menanggapi video yang viral, memperlihatkan seorang pendaki yang mengaku dipaksa pindah dari tenda yang sudah ia dirikan.
Dalam video itu, pendaki mengungkapkan bahwa ia mendirikan tenda di Pos Plawangan 2, Gunung Rinjani, sebelum akhirnya diusir oleh porter lokal.
"Tadi kita udah pasang tenda di sini, terus katanya udah dibooking, terus kita diusir, dari tenda yang udah jadi di sini, pindah ke sebelah sini," ungkap pendaki dalam video yang diunggah akun @luluvitaaasa_.
Pendaki itu mengaku telah bertanya kepada porter lain sebelum mendirikan tenda, namun tetap didatangi dan ditegur oleh porter dari rombongan lain.
"Ada porter lokal yang datang dan marahin kami suruh pindah, katanya lahan sudah dibooking sama temannya. Lalu tanpa debat panjang, saya dan teman-teman pindah cari tempat lain," tambahnya.
Insiden tersebut memicu diskusi di media sosial tentang keabsahan sistem booking area kemah di jalur pendakian.
Rahman berharap insiden seperti ini tidak terulang dan semua pihak dapat menjaga suasana pendakian tetap harmonis.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

