Repelita Jakarta - Kuasa hukum Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, Rivai Kusumanegara, menanggapi isu terkait tuduhan bahwa ijazah kliennya dicetak di Pasar Pramuka, Jakarta Timur.
Ia menyatakan bahwa informasi tersebut tidak memiliki dasar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Jadi kami melihat ini hanya informasi yang berkembang dan tak bisa dipertanggung jawabkan,” kata Rivai.
Ia menilai tudingan itu sebatas opini liar tanpa bukti hukum yang sah.
Menurutnya, cerita yang beredar hanya berupa narasi yang tidak bisa diuji kebenarannya.
“Kami sebagai kuasa hukum menilai hal itu hanya informasi yang bersifat bebas. Sehingga bentuknya tidak memiliki nilai pembuktian,” ujarnya.
Ia menambahkan, rangkaian cerita yang disebarkan tampak seperti kisah fiktif yang disusun tanpa dasar kuat.
“Apalagi kalau kita ikuti itu, seolah cerita dan cerita,” imbuhnya.
Ia menyoroti ketidakkonsistenan narasi yang menyebut pemalsuan ijazah terjadi saat Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2012.
Padahal, Jokowi sebelumnya telah mengikuti Pilkada di Solo.
“Jika kita ikuti ceritanya, seolah itu di 2012 saat Jokowi mencalonkan Gubernur DKI Jakarta. Pernyataan mendasarnya adalah, apa yang digunakan di Pilkada Solo sebelumnya,” jelasnya.
Rivai juga mempertanyakan logika bahwa partai besar seperti PDIP akan mengusung tokoh yang dokumennya dianggap bermasalah.
Ia menyebut tidak masuk akal bila partai besar mendukung pencalonan dua kali gubernur dan dua kali presiden tanpa verifikasi serius.
“Berikutnya kami menyangsikan partai sebesar PDIP mengusung gubernur dan presiden dua kali menggunakan ijazah yang seolah-olah dipalsukan. Apalagi cerita tersebut kan seolah-lah ada tokoh-tokoh PDIP yang mengetahui,” terangnya.
Ia membandingkan tudingan ijazah dengan isu lain yang sempat menyeret nama Jokowi terkait kapal tambang di Raja Ampat.
“Ini tidak lebih dari cerita kemarin, soal kapal yang di Raja Ampat, dan ternyata setelah ditelusuri kan tidak ada kaitannya,” paparnya.
Rivai juga menegaskan bahwa tidak ada motif bagi Jokowi untuk melakukan pemalsuan ijazah.
Ia menyebut bahwa menjadi presiden tidak mensyaratkan gelar sarjana.
“Saya kira perlu dicermati bahwa tidak ada motif Pak Jokowi memalsukan ijazah S1 nya. Karena untuk menjadi presiden, cukup dengan ijazah SMA. Jadi untuk apa,” pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok