Repelita Solo - Di hari ulang tahunnya yang ke-64, mantan Presiden Joko Widodo memutuskan tidak mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia.
Keputusan tersebut disampaikan langsung oleh putra bungsunya, Kaesang Pangarep, kepada awak media.
Menurut Kaesang, Jokowi tidak ingin bersaing dengan dirinya yang pada hari yang sama resmi mendaftarkan diri sebagai calon ketua umum PSI.
“Enggak mungkin beliau bersaing dengan anaknya,” ujar Kaesang.
Langkah Jokowi ini mengejutkan publik dan menimbulkan pertanyaan mengenai motif sebenarnya di balik pembatalan itu.
Banyak pihak menyoroti apakah keputusan ini murni strategi politik atau terkait dengan kondisi kesehatannya yang belakangan ramai diperbincangkan.
Saat merayakan ulang tahun secara sederhana di kediamannya di Jalan Kutai Utara, Solo, penampilan Jokowi mencuri perhatian.
Wajahnya tampak lebih gelap dari biasanya dengan bercak putih yang kian jelas terlihat.
Beberapa kalangan khawatir bahwa kondisi itu merupakan gejala dari penyakit kulit yang lebih serius.
Jokowi sebelumnya pernah menyatakan bahwa ia mengalami alergi kulit setelah kunjungan ke Vatikan pada April lalu.
Ajudannya menjelaskan bahwa udara di Vatikan tidak cocok dengan kondisi tubuh Jokowi sehingga menyebabkan iritasi kulit.
Namun publik mulai meragukan bahwa kondisi tersebut sekadar alergi biasa.
Pasalnya, dua bulan pascakepulangannya ke Indonesia, kondisi kulit Jokowi justru makin terlihat memburuk.
Sejumlah spekulasi pun muncul, termasuk dugaan penyakit langka seperti sindrom Stevens-Johnson.
Kendati demikian, ciri fisik Jokowi tidak seluruhnya mencerminkan gejala khas sindrom tersebut.
Di tengah spekulasi itu, Jokowi tetap terlihat aktif secara fisik dan menyapa para pendukungnya meski dalam waktu yang sangat terbatas.
Kehadirannya yang singkat memunculkan dugaan bahwa aktivitasnya kini lebih dibatasi oleh kondisi fisik.
Selain isu kesehatan, Jokowi juga tengah dihantam oleh berbagai tekanan politik.
Mulai dari kontroversi soal ijazah, desakan pemakzulan terhadap putranya Gibran Rakabuming Raka, hingga berbagai beban politik lain yang diwarisinya pascakepresidenan.
Langkah mundur dari peluang memimpin PSI dinilai sebagai indikasi bahwa Jokowi memilih menghindari konfrontasi langsung di ranah politik praktis.
Sebelumnya, Jokowi disebut-sebut akan mengambil alih kepemimpinan PSI setelah hubungan dengan PDIP memburuk.
Sekjen PSI saat itu, Raja Juli Antoni, bahkan sempat menyatakan bahwa Jokowi mempertimbangkan serius posisi ketua umum.
Namun kenyataannya, Jokowi menyerahkan penuh posisi strategis itu kepada Kaesang.
Keputusan ini mengundang tanya, mengingat PSI yang didukung penuh oleh keluarga Jokowi pada Pemilu 2024 tetap gagal lolos ke DPR.
Dengan mundurnya Jokowi, masa depan partai tersebut kini bergantung sepenuhnya pada kepemimpinan Kaesang.
Meski begitu, banyak pihak meragukan kemampuan Kaesang dalam membawa PSI menembus ambang batas parlemen pada Pemilu 2029.
Terlebih, pengaruh Jokowi diperkirakan akan semakin menyusut seiring berjalannya waktu.
Di sisi lain, wacana pembentukan partai baru lewat relawan Projo juga tak mulus.
Ketua Umum Projo, Budi Arie, terseret dalam pusaran kasus judi online, yang membuat masa depan organisasi itu penuh tanda tanya.
Secara politik, Jokowi kini berada dalam posisi tanpa kendaraan partai.
Setelah terdepak dari PDIP dan batal bergabung dengan Golkar maupun PSI, kekuatannya dalam pemerintahan dan politik nasional menjadi terbatas.
Pengamat menilai, tanpa dukungan partai, Jokowi akan kesulitan mempertahankan eksistensi politiknya.
Jika faktor kesehatan memang menjadi alasan utama di balik mundurnya Jokowi, maka masa depan politiknya kemungkinan besar akan diarahkan pada pemulihan pribadi. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok