Repelita Jakarta - Polemik beasiswa yang diterima Mutiara Annisa Baswedan kembali jadi perbincangan hangat di media sosial.
Putri sulung mantan Gubernur DKI Jakarta itu mendapat beasiswa dari LPDP untuk melanjutkan studi di Harvard University.
Namun, tudingan miring bermunculan dan menuding Tia mengambil hak masyarakat miskin.
Narasi semacam ini dianggap tidak berdasar, apalagi jika ditilik dari jalur beasiswa yang diraihnya.
Banyak warganet dan tokoh publik membandingkan kasus ini dengan penerima beasiswa LPDP lainnya yang berasal dari kalangan mampu, seperti Maudy Ayunda hingga Tasya Kamila.
Tak ada keributan saat nama-nama itu diumumkan sebagai penerima.
Penulis Dimas Budi Prasetyo ikut buka suara lewat akun Facebook pribadinya.
Ia menjelaskan, LPDP terdiri dari dua jalur utama.
Jalur reguler terbuka untuk seluruh WNI, kaya maupun miskin, dengan syarat prestasi akademik tinggi dan kompetensi mumpuni.
Sedangkan jalur afirmasi ditujukan khusus untuk masyarakat prasejahtera, penyandang disabilitas, putra-putri Papua, hingga warga di daerah tertinggal.
Dalam keterangannya, Dimas menyebut Tia lolos lewat jalur reguler.
Artinya, ia berkompetisi dengan ribuan orang secara adil berdasarkan prestasi.
"Maudy Ayunda aja bisa karena pintar, masa Tia enggak boleh?" tulis Dimas.
Menurutnya, usia penerima LPDP umumnya sudah dewasa dan bukan lagi tanggungan penuh orang tua.
"Usia segitu seharusnya sudah mandiri. Kalau semua dibiayai orang tua, sampai S-3 nanti malah manja," imbuhnya.
Ia juga menyinggung komentar miring netizen sebagai bentuk crab mentality.
Dimas menyindir keras narasi ganda dari kelompok tertentu yang dulu menyebut ayah Tia sebagai sosok tak berpenghasilan, namun kini menyebutnya keluarga kaya.
"Koordinatore bingung po?" tulis Dimas menyindir.
Terakhir, ia menyentil komentar yang menganggap jurusan Tia di Harvard terlalu mudah.
Kalau memang mudah, katanya, kenapa anak mantan presiden yang baru saja lengser tidak ada yang bisa masuk Harvard?
Komentar ini mengundang gelak dan dukungan dari warganet lain yang menyayangkan polemik semacam ini muncul berulang kali.
Banyak yang menilai, prestasi anak bangsa justru harus diapresiasi tanpa melihat latar belakang orang tuanya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok