
Repelita, Jakarta - Jurnalis senior Rahma Sarita Aljufri mengkritik tajam langkah Bareskrim Polri yang merilis transkrip nilai akademik mantan Presiden Joko Widodo.
Ia menyoroti adanya kejanggalan dalam data yang dipublikasikan, dan menyebut bahwa transparansi yang disampaikan justru menimbulkan kebingungan publik.
Sarita mempertanyakan sistem penilaian di Universitas Gadjah Mada (UGM) yang bisa menghasilkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,05 meski didominasi nilai C dan D.
“Sekarang Bareskrim sudah mengeluarkan, termasuk transkrip nilai Jokowi. Nilainya A ada tiga, B sepuluh, C tiga belas, dan D ada enam. Aneh ini, D-nya masih banyak,” ujar Sarita dalam sebuah video yang beredar, dikutip Jumat.
Ia membandingkan dengan pengalamannya kuliah di Universitas Airlangga pada 1993, di mana nilai D dinyatakan tidak lulus dan harus diulang.
“Waktu saya kuliah, nilai D itu gak lulus. Harus ngulang. IPK saya juga 3 sekian dan tidak ada nilai D. Cuma satu C,” tegasnya.
Sarita mengaku heran bagaimana Jokowi bisa memiliki IPK 3,05 dengan kombinasi nilai yang menurutnya rendah.
“Saya gak ngerti gimana ngitungnya. Mungkin sistem SKS-nya beda atau gimana,” lanjutnya.
Sementara itu, pemeriksaan yang dilakukan penyidik Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya terhadap akademisi Rismon Sianipar juga dinilai janggal.
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menyatakan keanehan atas proses penyidikan tersebut.
Rismon yang dimintai keterangan mengaku heran karena merasa dituduh telah menimbulkan kegaduhan terkait polemik ijazah Jokowi.
"Bisa jadi kami dianggap membuat keamanan negara gaduh," ungkap Rismon.
Ia menceritakan bahwa pemeriksaan dilakukan pada Senin lalu dan berlangsung selama enam jam.
Dalam proses itu, ia mengaku ditanyai hingga 97 pertanyaan, sebagian besar berkaitan dengan dampak kegaduhan atas isu ijazah Jokowi.
“Paling banyak dari semua, 6 jam 97 pertanyaan,” ujarnya.
Penyidik juga disebut mempertanyakan otoritas Rismon dan timnya dalam meneliti keabsahan ijazah Jokowi.
“Peneliti kok ditanyai otoritas. Peneliti itu bebas, tidak butuh izin lembaga,” tegasnya.
Ia menyatakan tidak ada salahnya jika masyarakat meminta kejelasan atas ijazah Jokowi, mengingat statusnya sebagai mantan kepala negara.
“Kalau asli, tunjukkan saja ke publik. Itu hak rakyat,” kata dia.
Rismon pun menyimpulkan bahwa keabsahan ijazah Jokowi memang patut dipertanyakan.
“Jelaslah, terutama soal gelar sarjana muda yang saya bahas juga di akun X saya,” pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

