Repelita Jakarta - Kejanggalan yang ditemukan dalam proses uji forensik Bareskrim Polri terkait keaslian ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo memunculkan dugaan bahwa institusi kepolisian masih berada di bawah pengaruh ayah dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Peneliti media dan politik, Buni Yani, menilai kondisi tersebut menunjukkan bahwa Kepolisian secara de facto belum berada dalam kendali Presiden Prabowo Subianto.
Ia menyebut adanya keberpihakan aparat kepada Jokowi yang dinilainya sangat terang dan tidak dapat disembunyikan.
Buni Yani menyoroti pernyataan Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, yang dianggap memberikan kesan buruk terhadap Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), Eggi Sudjana.
Menurutnya, Djuhandhani seharusnya memahami bahwa ketidakhadiran Eggi ke Bareskrim disebabkan oleh kondisi kesehatannya.
Namun dalam keterangannya, tidak ada penjelasan mengenai alasan medis tersebut, seolah-olah Eggi mangkir tanpa alasan.
Selain itu, pernyataan Djuhandhani yang menyebut bahwa TPUA tidak terdaftar di Kemenkumham juga dianggap sebagai upaya membentuk citra negatif terhadap lembaga tersebut di mata publik.
Buni Yani menjelaskan bahwa menurut undang-undang, tidak semua organisasi masyarakat harus berbadan hukum.
Begitu pula dengan TPUA yang tidak wajib terdaftar di AHU Kemenkumham.
Ia menilai sikap Bareskrim yang menjaga jarak dari TPUA namun bersikap sebaliknya terhadap Jokowi menunjukkan ketidaknetralan.
Hal ini diperkuat dengan penilaian terhadap ekspresi para penyidik yang memeriksa Jokowi dalam sesi wawancara selama satu jam yang memuat 22 pertanyaan.
Berdasarkan foto-foto yang beredar luas di media sosial, kedua penyidik dinilai memperlihatkan bahasa tubuh yang tidak percaya diri.
Mereka tampak seperti sedang menghadapi atasan, bukan sebagai aparat yang menjalankan tugas hukum secara profesional.
Menurut Buni Yani, situasi ini tidak seharusnya terjadi dalam proses penegakan hukum yang adil dan setara. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

