Repelita Yogyakarta - Isu seputar keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo kembali memanas setelah muncul tudingan terhadap Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait perubahan data dekan Fakultas Kehutanan yang menjabat pada tahun 1985.
Pakar telematika Roy Suryo menyebut bahwa UGM mengoreksi nama dekan yang seharusnya tercantum pada masa itu, dari Prof. Achmad Sumitro Purwodipoero menjadi Prof. Dr. Soenardi Prawirohatmodjo.
Hal tersebut merujuk pada salinan ijazah Jokowi yang beredar luas di media sosial, yang terlihat ditandatangani oleh Soenardi sebagai dekan, bukan Achmad Sumitro.
Roy menilai langkah UGM itu sebagai bentuk keberpihakan dan dugaan manipulasi data untuk mendukung keabsahan dokumen Jokowi.
Menurut Roy, Achmad Sumitro menjabat dekan selama tiga periode sejak 1971 hingga 1988.
Namun pada 2022, atau 13 tahun setelah wafatnya Achmad Sumitro, UGM meralat informasi terkait jabatan tersebut.
Ia juga menyoroti kelalaian UGM yang tidak mengubah bagian terjemahan berbahasa Inggris dari data tersebut.

"Bahasa Inggrisnya tetap, tidak diralat," ujarnya sembari menertawakan hal itu dalam wawancara di kanal YouTube Inews.
Roy menyebutkan bahwa perubahan itu seolah menunjukkan bahwa universitas rela mengubah catatan sejarah hanya demi menyelaraskan dengan dokumen yang ada.
Kendati begitu, Roy tidak menjawab secara tegas saat ditanya apakah ia pernah melihat ijazah asli Presiden Jokowi.
Berdasarkan penelusuran terhadap riwayat jabatan di Fakultas Kehutanan UGM, diketahui bahwa memang pernah terjadi kekeliruan informasi dalam artikel yang memuat biografi Prof. Achmad Sumitro.
Artikel yang terbit di laman resmi UGM pada September 2009 awalnya menyebut bahwa Sumitro menjabat dekan dari 1977 hingga 1988 secara berturut-turut.
Namun, di akhir artikel terdapat koreksi dari tim redaksi yang menyatakan bahwa Sumitro menjabat pada periode 1978-1979, 1980-1981, serta dua periode tambahan setelahnya yaitu 1988-1991 dan 1991-1994.
Sementara itu, berdasarkan artikel lain dari situs alumni UGM, Prof. Dr. Soenardi Prawirohatmodjo disebut pernah menjabat dekan dua kali, yakni pada periode 1969-1973 dan 1982-1988.
Pada masa jabatan keduanya itulah Soenardi diketahui menandatangani ijazah Jokowi tertanggal 5 November 1985.
Hal ini sekaligus membenarkan bahwa penandatanganan ijazah tersebut dilakukan oleh dekan yang aktif menjabat saat itu, yaitu Soenardi.
Meskipun begitu, tuduhan bahwa UGM sengaja mengubah informasi demi melindungi Presiden Jokowi dari isu dugaan ijazah palsu belum dapat dibuktikan secara resmi.
Pihak kampus sendiri belum mengeluarkan klarifikasi publik terhadap tudingan yang disampaikan Roy Suryo. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok