
Repelita Jakarta - Rapat Komisi VI DPR RI memanas saat Darmadi Durianto mempertanyakan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi soal model bisnis Koperasi Merah Putih.
Dalam rekaman video yang viral, Budi Arie tampak terdiam saat disorot terkait konsep dan detail program koperasi tersebut.
Darmadi dari PDI Perjuangan menuntut kejelasan dan kesungguhan dalam pelaksanaan Koperasi Merah Putih.
Pengamat media sosial Monica mengomentari bahwa Budi Arie gagal menjelaskan model bisnis koperasi yang sebelumnya diangkat sebagai program prioritas kementerian.
Monica menyatakan bahwa DPR tidak ingin target ambisius pendirian 80.000 koperasi hanya menjadi omongan kosong.
Menteri Koperasi menyatakan potensi koperasi desa untuk meningkatkan perekonomian lokal sangat besar.
Dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Budi Arie mengklaim setiap koperasi Merah Putih bisa menghasilkan keuntungan hingga Rp1 miliar per tahun.
Jika target 80 ribu koperasi tercapai, potensi total keuntungan mencapai Rp80 triliun setiap tahun.
Skema ini bertujuan memangkas peran perantara yang selama ini merugikan petani dan konsumen.
Menurut data dari Kementerian Pertanian, tengkulak dan rentenir mendapat margin besar dari perbedaan harga antara desa dan kota.
Contohnya harga wortel yang diambil petani hanya Rp500 tetapi dijual di kota hingga Rp5.000.
Koperasi desa diharapkan dapat menekan ketimpangan harga ini.
Dengan peran koperasi dalam distribusi, sekitar Rp90 triliun nilai ekonomi yang selama ini dikuasai perantara bisa dikembalikan kepada masyarakat desa.
Kalkulasi keuntungan Rp1 miliar per koperasi didasarkan pada potensi tersebut.
Selain distribusi hasil pertanian, Budi Arie juga menyoroti ketidakefisienan penyaluran subsidi pupuk yang merugikan petani.
Harga pupuk dari produsen hanya sekitar Rp2.300 per kg, namun harga akhir di pasar bisa mencapai Rp4.800 per kg.
Perbedaan harga ini sangat merugikan masyarakat dan petani yang seharusnya mendapat manfaat subsidi.
Distribusi subsidi LPG juga belum tepat sasaran, sehingga petani masih sering membeli dengan harga non-subsidi.
Dana besar negara untuk subsidi ini belum sepenuhnya dinikmati oleh yang berhak.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

