Repelita Jakarta - Kontroversi soal ijazah Jokowi terus menjadi perbincangan hangat di publik.
Pada Jumat, 30 Mei 2025, kanal YouTube Refly Harun mempublikasikan video membahas dugaan kejanggalan ijazah mantan presiden tersebut.
Refly Harun bersama kuasa hukum penggugat, Abdullah Alkatiri, mengulas secara mendalam soal keaslian ijazah yang diduga milik Jokowi.
Alkatiri menjelaskan timnya telah menyiapkan sejumlah alumni Universitas Gadjah Mada seangkatan Jokowi untuk menjadi pembanding dokumen.
Ia menyebut ada perbedaan mencolok antara ijazah nomor 1115 dan 1117 dengan ijazah nomor 1120 yang diklaim milik Jokowi.
Menurutnya, perbedaan tanda tangan rektor dan penggunaan materai serta aturan foto tanpa kacamata menimbulkan pertanyaan serius.
Alkatiri juga menyoroti kemunculan ijazah nomor 1123 milik Andi Pramaria, mantan Kepala Dinas Kehutanan NTB, yang menjadi perbandingan di publik.
Refly mempertanyakan mengapa ijazah pembanding beredar luas, sementara ijazah Jokowi sendiri tidak pernah diperlihatkan secara resmi.
Hasil polling di kanal YouTube Refly menunjukkan 92 persen responden lebih percaya pada narasi Roy Suryo dibandingkan Bareskrim Mabes Polri.
Polling lain dengan 103.000 peserta memperlihatkan 89 persen tidak percaya dengan pernyataan UGM mengenai keaslian ijazah Jokowi.
Data analisis media sosial per 23 Mei 2025 mencatat sentimen negatif mencapai 95,8 persen terhadap isu ini, menunjukkan ketidakpercayaan publik yang mendalam.
Alkatiri menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar masalah hukum biasa, melainkan berkaitan dengan keamanan negara.
Ia mendesak DPR dan pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo untuk turun tangan dan menuntaskan masalah ini secara transparan.
Alkatiri meminta agar DPR memanggil aparat kepolisian dan menggelar paparan terbuka di Komisi III untuk menjelaskan kasus ini.
Refly menambahkan harapan publik agar pemerintah baru memberikan kejelasan, karena isu ini masih menjadi beban dalam politik nasional.
Ia mengingatkan kasus sebelumnya di Yogyakarta yang menghakimi penggugat tanpa menunjukkan bukti ijazah asli.
Hal ini yang mendorong kelompok seperti TPUK bergerak mencari kebenaran demi kepentingan bangsa.
Alkatiri menegaskan bahwa masih banyak bukti yang belum dipublikasikan dan akan diungkap pada saat persidangan nanti.
Ia mengkritik metode pemeriksaan Bareskrim yang dinilai hanya menggunakan pengamatan visual tanpa alat forensik lengkap.
Menurutnya, pemeriksaan harus mencakup uji tinta, ketebalan kertas, dan tanda tangan secara menyeluruh.
Isu ini berpotensi memengaruhi suasana politik dan proses penegakan hukum di Indonesia.
Publik menantikan gelar perkara terbuka yang dapat memberikan jawaban atas segala kecurigaan.
Sampai saat itu tiba, kasus ini tetap menjadi perdebatan sengit di ruang publik.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

