Penulis : Ali Syarief Fusilatnews
Prabowo Subianto, seorang politisi kawakan dan mantan perwira tinggi militer, tentu memahami dengan baik standar yang diperlukan untuk menjadi pemimpin negara. Dengan pengalamannya yang luas di bidang politik dan militer, Prabowo paham betul tentang kualitas kepemimpinan, kompetensi, dan tanggung jawab yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin.
Maka, sebagai orang yang berpikiran rasional dan bijaksana, Prabowo tentu tahu bahwa Gibran Rakabuming Raka, wakil yang dipilihnya, sebenarnya tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menduduki posisi strategis sebagai calon wakil presiden Indonesia.
Gibran, yang dikenal sebagai putra sulung Presiden Joko Widodo, memang memiliki pengalaman sebagai Wali Kota Solo, tetapi peran tersebut sangat berbeda dari tugas seorang wakil presiden yang harus menangani isu-isu besar skala nasional.
Pengalamannya dalam mengelola kota yang relatif kecil tidak dapat dibandingkan dengan kompleksitas mengelola negara sebesar Indonesia. Dalam konteks ini, Prabowo sebagai orang yang rasional pasti menyadari bahwa kapasitas Gibran masih jauh dari memadai untuk menduduki posisi yang krusial seperti itu.
Prabowo, dengan segala pengalaman politik dan militernya, tentunya tahu bahwa memimpin Indonesia bukanlah tugas yang mudah.
Negara ini menghadapi berbagai tantangan besar seperti ekonomi, keamanan, politik global, dan isu-isu dalam negeri yang membutuhkan pemimpin dengan visi yang matang dan kemampuan manajerial yang kuat. Gibran, dengan pengalaman yang masih sangat terbatas, jelas tidak memenuhi kriteria ini.
Prabowo: Menyadari Dampak Politik dari Keputusan Ini
Sebagai seorang politisi senior, Prabowo pasti juga mengerti implikasi politik dari pencalonan Gibran sebagai wakilnya. Langkah ini jelas menunjukkan adanya kepentingan dinasti politik, di mana Gibran, yang baru seumur jagung dalam politik, meloncat ke panggung nasional semata-mata karena statusnya sebagai putra presiden.
Prabowo, yang dikenal dengan sikap nasionalis dan tegas, tentu tahu bahwa mempromosikan sosok yang tidak layak seperti Gibran hanya akan memperburuk persepsi publik terhadap integritas politiknya.
Tidak bisa dipungkiri, banyak pihak yang melihat pencalonan Gibran sebagai langkah pragmatis untuk mendapatkan dukungan dari kelompok tertentu, terutama mereka yang masih loyal kepada Jokowi. Namun, Prabowo tentu paham bahwa dukungan tersebut bersifat rapuh dan dapat merusak kredibilitasnya sebagai calon presiden yang serius.
Dengan mempertaruhkan masa depan bangsa kepada sosok yang belum teruji seperti Gibran, Prabowo seakan mengorbankan prinsip-prinsip politiknya sendiri demi ambisi kekuasaan.
Gibran: Tidak Layak Memimpin Bangsa
Prabowo sebagai seorang pembaca buku dan pemikir yang mendalam pasti tahu bahwa ilmu pengetahuan dan wawasan yang dimiliki oleh Gibran masih sangat terbatas untuk memimpin bangsa ini. Kepemimpinan nasional membutuhkan pengetahuan luas tentang berbagai isu, mulai dari ekonomi global, hubungan internasional, hingga stabilitas keamanan nasional.
Gibran, dengan latar belakang pengusaha kuliner dan pengalaman singkat di pemerintahan lokal, tidak memiliki keahlian yang diperlukan untuk menghadapi tantangan sebesar itu.
Prabowo sebagai sosok yang bijak dan bertanggung jawab terhadap bangsa tentu mengerti betul risiko yang akan dihadapi bangsa ini jika Gibran benar-benar menduduki kursi wakil presiden.
Kepemimpinan yang lemah di tingkat tertinggi hanya akan memperburuk situasi politik dan ekonomi dalam negeri, serta mengganggu stabilitas yang sudah rentan. Dalam posisi ini, Prabowo pasti menyadari bahwa memilih Gibran sebagai wakilnya adalah langkah yang berisiko tinggi bagi masa depan Indonesia.
Sebagai Tentara, Prabowo Tahu Cara Menghadapi Lawan
Sebagai mantan prajurit dengan pangkat tertinggi, Prabowo terbiasa menghadapi lawan dengan strategi matang dan perhitungan yang cermat.
Dalam konteks ini, Prabowo mungkin melihat Gibran bukan sebagai mitra yang setara, melainkan sebagai beban politik yang harus dikelola dengan hati-hati. Meskipun Gibran adalah wakil yang dipilihnya, Prabowo kemungkinan besar sudah menyusun strategi untuk meminimalkan peran Gibran dalam pemerintahan, jika mereka terpilih.
Prabowo paham bahwa dengan memberikan terlalu banyak ruang kepada Gibran, ia berisiko merusak citra kepemimpinannya dan menempatkan negara dalam situasi yang lebih rentan.
Sebagai seorang mantan tentara yang terbiasa dengan kedisiplinan dan efektivitas, Prabowo tidak akan membiarkan Gibran mengambil peran yang terlalu besar tanpa pengawasan ketat.
Kesimpulan: Gibran Tidak Layak, Prabowo Menyadari
Pada akhirnya, jelas bahwa Gibran tidak memiliki kualitas yang diperlukan untuk menjadi wakil presiden. Prabowo, dengan segala pengalamannya, tentu sadar akan hal ini.
Meskipun secara politik Gibran mungkin memberikan keuntungan jangka pendek, Prabowo pasti memahami bahwa risiko menempatkan seseorang yang belum siap memimpin pada posisi strategis seperti itu jauh lebih besar. Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, Prabowo harus menempatkan kepentingan bangsa di atas ambisi politik sesaat dan menyiapkan strategi untuk mengelola peran Gibran dengan bijak dan hati-hati.