Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menyindir perihal kasus jet pribadi Kaesang Pangarep, yang saat ini tengah diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mulanya, Hasto menyebutkan bahwa saat ini, hukum di Indonesia digunakan menjadi alat politik yang membentuk sebuah negara kekuasaan.
Ia kemudian menyinggung KPK yang menyebut Kaesang bukan seorang pejabat negara sehingga tak perlu dilakukan pemeriksaan perihal dugaan penerimaan gratifikasi jet pribadi.
Hasto membandingkan sikap KPK terhadap Kaesang dan dirinya. Hasto mengaku bukan penyelenggara negara, tetapi tetap saja diperiksa oleh KPK.
Hasto pernah diperiksa terkait dengan kasus dugaan korupsi Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Harun Masiku. Dia berstatus saksi.
"Tetapi ketika sudah masuk kepentingan keluarganya, tiba-tiba ada Juru Bicara KPK yang mengatakan dia bukan PNS, dia bukan pejabat negara. Saya bukan PNS, bukan pejabat negara juga diperiksa buktinya, iya kan?" ujar Hasto dalam acara diskusi bertajuk 'Masa Depan Demokrasi RI setelah Aksi Pembegalan' di Komunitas Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (12/9).
Terkait kasus DJKA, Hasto menyebut nomor ponselnya pernah dikirim Kepala Sekretariat Kantor Pemenangan Jokowi-KH Ma'ruf Amin dalam Pemilu 2019, Adi Darmo, kepada seseorang. Kemudian seseorang yang dikirimi nomor itu menjadi tersangka KPK.
"Saya tiba-tiba dipanggil dua kali oleh KPK. Saya ditanya ada duit enggak ke saya? Tidak ada. Ada duit enggak ke Pak Adi? Nggak ada. Ada duit enggak ke partai? Enggak ada. Loh kok buat apa dipanggil?" ucap Hasto.
Sementara bagi Hasto, tidak diperiksanya Kaesang dengan alasan bukan pejabat negara, merupakan sebuah diskriminasi yang luar biasa.
"Sementara nyata-nyata ada pesawat jet seperti itu tidak dipanggil sampai saat ini, dengan alasan PNS dan kemudian bukan pejabat negara. Itu kan diskriminasi yang luar biasa, ketidaksetaraan yang luar biasa di dalam praktik hukum itu sendiri," pungkasnya.
Sebelumnya, kasus dugaan gratifikasi pesawat jet pribadi Kaesang yang awalnya diusut oleh tim Gratifikasi KPK, kini berpindah pada Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM).
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, membantah proses klarifikasi Kaesang dibatalkan. Ia menyebut bahwa Kaesang yang bukan sebagai penyelenggara negara jadi alasan tidak perlunya KPK menerima laporan gratifikasi dari yang bersangkutan.
"Enggak ada pembatalan, karena gini pertimbangannya, gratifikasi itu sifatnya adalah pelaporan dari penyelenggara negara, bupati, gubernur. Kalau menerima gratifikasi melapor ke KPK," terang Ghufron ditemui di KP3B, Banten, Kamis (5/9).
"Sementara yang Anda tanya tadi (soal Kaesang) itu bukan penyelenggara negara sehingga tidak ada kewajiban hukum untuk melaporkan (dugaan gratifikasi)" imbuhnya.