Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Lapor Pak Jokowi! 7 Sinyal Bahaya Menyala, Rakyat RI Makin Susah

Sejumlah indikator menunjukkan adanya perlambatan konsumsi dan daya beli masyarakat. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran mengingat konsumsi adalah tulang punggung ekonomi Indonesia.

Perlambatan permintaan dan ekonomi mulai terlihat pada penjualan motor, penjualan ritel, hingga kepercayaan bisnis. Perlambatan ini tentu menjadi lampu kuning bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan konsumsi yang melambat maka pertumbuhan ekonomi di masa-masa terakhir Jokowi justru bisa memburuk.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), peranan konsumsi rumah tangga sebesar 54,93% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2024.

Lebih lanjut, konsumsi rumah tangga juga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 2,62% dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2024 sebesar 5,11%.


Sebelumnya pada 2023, konsumsi rumah tangga cenderung menurun yang dipicu oleh berkurangnya belanja kalangan kelas menengah. Pemerintah menganggap, kondisi itu dipicu oleh dinamika selama masa Pemilu atau Pilpres 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ketidakpastian ekonomi itu juga dipicu oleh tekanan ekonomi global, di samping adanya faktor ketidakpastian dari kondisi pesta demokrasi di tanah air.

Ketidakpastian atau risiko ke depan itu seperti tensi geopolitik yang tak kunjung selesai, yang di antaranya konflik Rusia-Ukraina hingga perang Israel-Palestina, melemahnya ekonomi negara mitra dagang utama Indonesia seperti China, suku bunga tinggi, hingga tekanan fluktuasi harga komoditas.

Data BPS menunjukkan rata-rata pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam tiga tahun terakhir hanya 4,54%. Angka tersebut jauh di bawah sebelum pandemi yakni 5,1%.


Selanjutnya di awal tahun ini, konsumsi masyarakat masih cenderung tertekan. Berikut ini tujuh bukti konsumsi masyarakat melemah.

1. Penjualan Motor & Mobil Turun

Dilansir dari Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), penjualan mobil domestik sejak Januari hingga April 2024 mengalami penurunan sebesar 22,8% menjadi 264.000 unit dari sebelumnya 342.000 unit di periode yang sama tahun 2023.

SSI bahkan memperkirakan penjualan mobil tahun ini akan lebih rendah dibandingkan 2023 yakni sekitar 1 juta unit hingga akhir 2024.

Begitu pula dengan penjualan motor domestik yang tercatat mengalami penurunan tipis yakni sebesar 0,1% menjadi 2,154 juta unit pada Januari hingga April 2024. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama di angka 2,178 juta unit.

Lebih lanjut, SSI memproyeksikan penjualan motor akan turun cukup tajam disepanjang 2024 dari 6,237 juta unit di 2023 menjadi hanya 6 juta unit atau diperkirakan menurun sebesar 3,8%.

SSIFoto: Penjualan Motor dan Mobil Domestik 
Sumber: Samuel Sekuritas Indonesia

Penjualan mobil secara nasional kembali ambles pada April 2024. Hal ini masih mengikuti tren penjualan mobil di awal tahun masih suram.

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil pada April lalu total wholesales yang dicetak para pabrikan sebanyak 48.637 unit, turun 34,9% dibanding bulan yang sama tahun lalu yang mencapai 74.724 unit.

Sedangkan dari sisi penjualan ritel yang berhasil dikantongi pabrikan pada April hanya 58.779 unit, juga ambles 14,8% dibanding April 2023 yang mencapai 82.088 unit.

Sedangkan data empat bulan pertama 2024 juga tak kalah suramnya. Periode Januari-April 2024, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), wholesales atau penjualan mobil dari pabrikan ke diler di empat bulan awal ini anjlok dalam mencapai 22,8% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Sepanjang Januari - April 2024, total wholesales yang dibukukan seluruh pabrikan mobil 263.706 unit, turun jauh dibanding periode yang sama tahun lalu sebanyak 341.582 unit.

Sedangkan total angka penjualan ritel atau dari diler ke konsumen di Januari-April 2024 hanya 289.551 unit. Angka ini juga turun hingga 14,8% dibanding penjualan ritel yang sama di empat bulan awal 2023, yang masih terjual sebanyak 339.954 unit.

2. Warga RI Makan Tabungan

Mengacu data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), total nominal simpanan di bank umum April 2024 mencapai Rp8.703 triliun, naik 0,41% month to month (mtm). Adapun jumlah rekening simpanannya mencapai 574,27 juta rekening, atau naik 0,6% secara bulanan.

Sementara itu, uang di rekening masyarakat dengan tabungan rendah ini terus tergerus. Per April 2024, tabungannya telah turun 0,7% dari bulan lalu menjadi Rp1.054 triliun.

Hal ini menggambarkan masyarakat Indonesia yang terus memakan tabungan.

Pasalnya, masyarakat dengan tabungan kurang dari Rp100 juta mendominasi rekening simpanan ini dengan porsi sebesar 98,8% dari total rekening simpanan. Adapun kepemilikannya berjumlah 567,4 juta rekening.

Rata-rata akun yang memiliki jumlah tabungan kurang dari Rp100 juta pun mengalami penurunan dari Rp3,2 juta pada 2017 menjadi Rp1,9 juta pada akhir 2023 dan kembali menurun pada April 2024 menjadi Rp1,85 juta. Hal ini menunjukkan bahwa sudah semakin banyak masyarakat yang terkikis tabungannya tahun demi tahun.


Lebih lanjut, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pada Januari 2024, porsi pengeluaran masyarakat dengan pengeluaran Rp1-2 juta dan Rp3,1-5 juta cenderung mengalami peningkatan dibandingkan Desember 2023.

Porsi konsumsi juga kembali meningkat pada Maret 2024 untuk masyarakat dengan pengeluaran Rp1-4 juta di tengah momen Ramadhan 2024.

Di tengah konsumsi yang meningkat, porsi tabungan masyarakat dengan pengeluaran yang sangat rendah yakni Rp1-2 juta mengalami penurunan pada Januari 2024 dibandingkan Desember 2023.


Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengatakan data simpanan masyarakat di bank menunjukkan tabungan kelompok masyarakat terbawah sempat turun ketika harga makanan pokok naik. Namun, belakangan angka itu melandai seiring dengan pengucuran bantuan sosial dari pemerintah.

Situasi di tengah mayoritas penghasilan kelompok bawah yang masih tergerus oleh kenaikan harga bahan pangan dan jumlah tabungan kelompok yang terus berkurang, mengindikasikan bahwa terjadinya fenomena makan tabungan (mantab).

"Ini yang kita sebut makan tabungan, jadi kalau mau belanja keluarin dulu tabungannya," kata Andry.

3. IKK Kuartal I-2024 Turun

Di awal tahun ini, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) alami penurunan dari 125 pada Januari 2024 menjadi 123,1 pada Februari.


Lebih lanjut, IKK April 2024 mengalami lonjakan ke angka 127,7 atau naik 3,9 poin dari bulan sebelumnya. Berbeda halnya pada 2022 yang di momen yang sama mengalami kenaikan sebesar 15,8 dari 113,1 pada bulan April menjadi 128,9 pada bulan Mei 2022.


Begitu pula dengan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) di momen Ramadhan dan Lebaran 2022 berada di angka yang cukup tinggi dan optimisme yang jelas. Berbeda di tahun 2023 dan 2024 yang tampak lebih rendah.


4. Kepercayaan Dunia Bisnis Merosot

S&P Global mengingatkan tingkat kepercayaan bisnis kini ada di level terendah sejak Maret 2020 atau empat tahun lebih. Penurunan tersebut disebabkan kekhawatiran akan tanda-tanda penurunan permintaan pasar yang sedang muncul. Penurunan permintaan diperkirakan akan semakin besar selama 12 bulan mendatang.

Pelemahan nilai tukar juga menjadi beban bagi dunia bisnis. Produsen melaporkan inflasi harga input yang kuat, di mana sebagian didorong oleh faktor nilai tukar yang tidak menguntungkan.

Aktivitas manufaktur Indonesia juga terjun ke level terendah pada Mei 2024. Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global menunjukkan PMI manufaktur Indonesia jatuh ke 52,1 Mei 2024. Indeks lebih rendah dibandingkan April 2024 yakni 52,9.

PMI manufaktur Indonesia sudah melandai dalam dua bulan beruntun. PMI Manufaktur Mei 2024 bahkan menjadi yang terendah sejak November 2023 atau lima bulan terakhir.

5. Deflasi Indikasikan Harga Turun

BPS mencatat, Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia periode Mei 2024 alami deflasi 0,03% mtm.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pendorong deflasi pada Mei 2024 ialah turunnya harga beras. Beras kata dia telah mengalami deflasi 3,59% dengan andil terbesar mencapai 0,15%. Produksi beras pada Mei ia catat sebesar 3,58 juta ton, lebih tinggi dari Mei 2023 sebesar 2,86 juta ton.

"Jika dilihat lebih rinci deflasi Mei utamanya didorong komoditas beras, pada Mei 2024 beras kembali deflasi 3,59% dan beri andil deflasi 0,15% meski produksi beras turun deflasi komoditas beras masih terjadi karena stok beras tersedia masih memadai," ucapnya.


Deflasi Mei 2024 ini merupakan pertama kalinya yang terjadi sejak Agustus 2023. Kelompok pengeluaran yang menyumbang deflasi terbesar ialah makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,29% dengan andil 0,08%.

"Adapun untuk komoditas penyumbang utama deflasi adalah beras dengan andil 0,15%, daging ayam ras dan ikan segar dengan andil masing-masing 0,03%, serta tomat dan cabai rawit dengan andil masing-masing 0,02%," ucapnya.

BCA mengungkapkan disinflasi yang terjadi pada Mei 2024 terutama disebabkan oleh disinflasi pada bahan pangan. Namun, BCA mengingatkan inflasi inti yang didominasi permintaan emas harus menjadi perhatian.

"Inflasi inti naik 1,93% (yoy) pada Mei lebih disebabkan rally harga emas. Tidak adanya komponen lain yang mengerek inflasi inti mungkin menunjukkan adanya permintaan domestik yang lemah," tutur BCA dalam laporannya On track, with downslopes and upslopes.

Permintaan masyarakat diproyeksi diperkirakan masih akan melemah ke depan atau hingga semester II sebelum naik kembali menjelang akhir tahun.

6. Penjualan Ritel Melandai

Indeks Penjualan Riil (IPR) pada April 2024 diperkirakan masih akan tetap tumbuh baik secara bulanan maupun tahunan tetapi angkanya jauh lebih rendah dibandingkan Maret 2024 yakni masing-masing menjadi 3,3% mtm dan 0,1% yoy.

Positifnya penjualan eceran ini diprakirakan akan ditopang oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau karena kegiatan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri.

BIFoto: Pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (%)
Sumber: Bank Indonesia

Lebih lanjut, penjualan eceran diprakirakan menurun pada Juni dan September2024 Penurunan Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) dalam kurun waktu tiga bulan ke depan (Juni) terjadi disebabkan oleh musim ujian sekolah dan berakhirnya program diskon.

Sedangkan IEP dalam kurun enam bulan ke depan (September) lebih disebabkan karena keadaan cuaca yang kurang mendukung dan hambatan distribusi barang.

Bila dilihat data historis, rata-rata penjualan riil hanya tumbuh 2,4% dalam setahun terakhir. Rata-rata tersebut jauh lebih rendah dibandingkan sebelum pandenmi Covid-19 yakni sekitar 5,95%.

Secara tahunan, kelompok telekomunikasi da informasi mengalami kontraksi selama 16 bula beruntun. Kelompok perlengkapan rumah tangga juga terkoreksi dalam pada April sementara penjualan kelompok makanan dan minuman hanya tumbuh 1,3% pada April 2024 dari 10,4% pada Maret 2024.

7. Konsumsi Momen Lebaran Cenderung Rendah

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara tahunan pada dasarnya relatif stabil kuartal I-2022 hingga kuartal I-2024. Pertumbuhan tersebut terjadi dalam rentang 4,35% hingga 5,52% yoy.


Namun berbeda halnya dengan pertumbuhan masyarakat untuk pengeluaran pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan yang terus mengalami penurunan dimulai pada kuartal III-2023 hingga kuartal IV-2024.

Pertumbuhan pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan pada kuartal I-2024 hanya tumbuh sebesar 1,73% yoy sedangkan secara quarter to quarter/qtq menurun sebesar 0,04%.

Kendati mengalami kenaikan, namun angka ini tergolong cukup kecil karena jika dibandingkan dengan kuartal I-2023 dan kuartal I-2022 cenderung tumbuh lebih besar yakni 3,78% dan 6,49% yoy.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung tidak membelanjakan ke hal-hal yang berhubungan dengan pakaian dan alas kaki menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran 2024 yang ditengarai terjadi akibat kurangnya dana untuk kebutuhan sandang.

Sumber Berita / Artikel Asli : CNBC Indonesia

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved