Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Kegaduhan Berulang Mendikbudristek Nadiem, Buku-buku Program Sastra Masuk Kurikulum Dikritik

JAKARTA— Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menganggap Mendikbudristek Nadiem Makarim menciptakan kegaduhan berulang di kementeriannya.

Kasus terbaru Kemendikbudristek meluncurkan program Sastra Masuk Kurikulum pada Senin (20/5/2024) lalu dimana sebagian buku-buku itu dianggap memuat diksi seksual, kesadisan, dan penyimpangan seksual.

Ledia Hanifa Amaliah mengingatkan dengan tegas agar Mendikbudristek Nadiem Makarim tidak kebablasan dan ugal-ugalan memimpin dan mengelola kementeriannya.

“Bukan sekali, dua kali ada kegaduhan keluar dari kementerian yang menaungi pendidikan. Mengeluarkan kebijakan atau program yang mengundang kontroversi sampai banyak dikritik dan diprotes, baru berhenti atau direvisi. Kalau ibarat sopir, Mas Menteri ini jadi seperti sopir ugal-ugalan. Suka kebablasan. Sampai bolak-balik kena tilang,” tutur Ledia Hanifa melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (31/5/2024).

Dia mencermati Panduan Rekomendasi Buku Sastra ini satu demi satu dan merasa muak melihat sebagian isinya.

 Dia tidak habis pikir bagaimana muatan buku yang menggunakan diksi-diksi vulgar terkait kesadisan, seksual, dan penyimpangan seksual bisa dijadikan bagian dari buku pendidikan yang akan dikonsumsi anak sekolah.

“Kepala BSKAP, Mas Nino dan Mas Menteri sendiri coba ambil buku rekomendasi yang berdiksi vulgar itu lalu bacakan kepada anaknya. Tegakah?” ungkapnya.

Ledia mengingatkan bahwa karya sastra meskipun merupakan sebuah refleksi imajinatif penulis yang berangkat dari imajinasi bebas maupun potret masyarakat perlu memiliki nilai rasa keindahan dan menjunjung norma.

Tidak semata ungkapan ekspresi hawa nafsu sebebas-bebasnya. Setidaknya, meski buku-buku tersebut telah beredar umum tidak berarti semua menjadi patut dihadirkan di sekolah.

“Masyarakat dalam ranah umum saja telah panjang berdebat soal kepatutan memotret dan mengungkap realitas sosial akan kekerasan, sadisme, eksploitasi seksual, pornografi bahkan penyimpangan seksual dalam muatan karya sastra. Tak perlu pula kita membawa muatan sadisme, eksploitasi seksual, pornografi bahkan penyimpangan seksual ini secara sengaja pada anak sekolah,” tegas Ledia.

Dia menjelaskan sebenarnya UU Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Perbukuan Pasal 42 dan PP Nomor 75 Tahun 2019 Pasal 11 telah menjabarkan secara jelas syarat isi sebuah buku yang baik, diantaranya tidak bertentangan dengan Pancasila, tidak memuat unsur pornografi, juga kekerasan. Sayang sekali, sebagian rekomendasi Buku Sastra keluaran Kemendikbudristek justru memuat hal itu.

Dia mengingatkan Menteri Nadiem dan jajarannya agar selalu patuh pada Undang-undang, selaras dengan nilai-nilai Pancasila, juga ingat pada tujuan pendidikan nasional.

Sehingga setiap mau mengeluarkan kebijakan, program atau produk lakukan dulu analisa mendalam dengan mengacu tiga hal tersebut, apakah sesuai Undang-undang, selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

“Jangan nyerempet-nyerempet pelanggaran atau kontroversi. Tidak mendidik,” ujarnya.

Pihak Kemendikbudristek berdalih Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra bahwa buku-buku ini perlu dijadikan bahan diskusi untuk mendorong keluar anak didik dari pemikiran hitam putih.

Akan tetapi, bagi Ledia, argumentasi ini tidak tepat bila mengacu pada pilihan buku-buku yang bermuatan vulgar.

“Dalam keseharian, berita buruk dan baik, informasi positif dan negatif sudah menyerbu kehidupan. Fakta-fakta ini sudah cukup menjadi bahan diskusi di rumah dan di sekolah agar anak berpikir kritis, menumbuhkan empati dan menumbuhkan karakter baik yang disesuaikan dengan usia dan tingkat kematangan anak didik,” bebernya.

“Fakta-fakta ini saja perlu dipilah orangtua dan guru dengan susah payah. Jadi tidak perlu lagilah kurang kerjaan, kurang pertimbangan dan kurang kebijaksanaan dengan menyodorkan pada anak didik imajinasi vulgar soal kekerasan, seks dan penyimpangan,” pungkas Politisi Fraksi PKS itu.

Perlu diketahui, Program Sastra Masuk Kurikulum menyodorkan deretan rekomendasi buku sastra kalangan SD sampai SMA, namun berujung melahirkan kegaduhan.

Di antara ratusan buku yang direkomendasikan oleh Kemendikbudristek, sebagian berisi muatan sadis, porno, bahkan penyimpangan seksual.

Hal ini menuai protes masyarakat, ormas, dan anggota DPR, rekomendasi tersebut dinyatakan akan ditarik dan direvisi oleh Kemendikbudristek.***

Sumber Berita / Artikel Asli : pojoksatu

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved