Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menganggap ada pihak yang menyuruh dari rencana pemanggilan klarifikasi penyidik Polda Metro Jaya terhadap alumnus Universitas Pertahanan (Unhan) itu.
Dia berkata demikian demi menjawab pertanyaan awak media setelah menghadiri acara Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi: Tawaran Jalan Kebudayaan di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Senin (3/6).
"Ya, ini pasti, ini ada orderan," kata Hasto, Senin.
Diketahui, Polda Metro Jaya meminta klarifikasi kepada Hasto pada Selasa (4/6) besok terhadap dugaan kasus tindak pidana penghasutan dan atau menyebarkan informasi elektronik bohong yang menimbulkan kegaduhan.
Hasto menyampaikan pemanggilan pihak kepolisian pada Selasa besok menyangkut dengan pernyataan dalam sebuah wawancara tentang dugaan kecurangan pemilu 2024.
Dia menyebut suruhan dilakukan karena sebelumnya pria kelahiran Yogyakarta itu selalu kritis terhadap hasil pemilu 2024.
"Pasti ada orderan untuk mengundang saya karena bersikap kritis mempersoalkan terkait dengan kecurangan-kecurangan pemilu," kata Hasto.
Dia mengaku heran mengapa pernyataannya dipersoalkan dan menjadi delik yang diusut penyidik kepolisian.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di kantor parpolnya, Jakarta Pusat, Rabu (22/5). Dokumentasi DPP PDIP
Terlebih lagi, kata Hasto, soal dugaan kecurangan pemilu 2024 sudah menjadi perhatian elemen masyarakat dan penelitian akademisi.
"Lah, ini, kan, sudah disuarakan melalui satu kajian-kajian akademis, melalui temuan-temuan secara empiris di lapangan. Adanya kepala desa yang diintimidasi, adanya kepala daerah yang diintimidasi, pers yang diintimidasi," kata Hasto.
Sebelumnya, beredar informasi di kalangan wartawan bahwa Hasto bakal menjalani pemanggilan di Polda Metro Jaya.
Hasto akan diminta keterangan terhadap dugaan kasus tindak pidana penghasutan dan atau menyebarkan informasi elektronik bohong yang menimbulkan kegaduhan.
Adapun, pelapor yang membuat Hasto menjalani klarifikasi ke Polda Metro Jaya ialah dua warga bernama Hendra dan Bayu Setiawan. (ast/jpnn)