Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Staf Sri Mulyani Bantu Jokowi Jawab Kritik Hilirisasi Faisal Basri



Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo ikut membantu Presiden Jokowi menjawab tudingan Ekonom Senior UI Faisal Basri soal 90 persen keuntungan hilirisasi nikel dinikmati China.

Bantuan diberikan terkait tudingan Faisal yang menyebut pemerintah memberikan bebas pajak keuntungan badan pada perusahaan smelter karena menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih. Menurutnya, pemerintah telah menetapkan pemungutan PNBP dan royalti atas nikel dan produk pemurniannya.

"Bang @FaisalBasri yang baik, saya jawab satu hal dulu, PNBP dan royalti. Anda keliru ketika bilang tidak ada pungutan karena faktanya melalui PP 26/2022 diatur tarif PNBP SDA dan royalti atas nikel dan produk pemurnian," tulis Prastowo dalam akun resmi Twitternya @prastow, dikutip Jumat (11/8).

Bang @FaisalBasri yang baik, saya jawab satu hal dulu, PNBP dan royalti. Anda keliru ketika bilang tdk ada pungutan karena faktanya melalui PP 26/2022 diatur tarif PNBP SDA dan royalti atas nikel dan produk pemurnian.

Sejalan dengan amanat UU 3 Tahun 2020 tentang Minerba 


Dia menjelaskan sejalan dengan amanat UU 3 Tahun 2020 tentang Minerba, pengelolaan mineral diarahkan untuk mendukung hilirisasi.

Ada dua hal, imbuhnya, yang dilakukan pemerintah terkait dengan kebijakan tersebut.

Pertama, pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020.

Kedua, pemberian tarif royalti yang berbeda antara IUP yang hanya memproduksi/menjual bijih nikel dibandingkan dgn IUP yang sekaligus memiliki smelter. Tarif royalti untuk bijih nikel 10 persen dan tarif untuk feronikel atau nikel matte sebesar 2 persen. 

Faisal Basri mengkritik hilirisasi nikel yang dilaksanakan Presiden Jokowi. Pasalnya, 90 persen dari keuntungan hilirisasi nikel yang dilaksanakan Jokowi justru dinikmati oleh China.

Hal itu katanya, bisa dilihat dari keterangan resmi pemerintah dan pelaku bisnis terkait. Dari keterangan itu, Faisal menerangkan nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun pada 2014. Angka itu berasal dari ekspor senilai US$85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, Rp11.865 per dolar AS.

Sementara pada 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi tercatat Rp413,9 triliun. Angka itu berasal dari nilai ekspor US$27,8 miliar dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun lalu sebesar Rp14.876 per dolar AS.

Meski ada ekspor, Faisal menilai uang hasil ekspor itu tidak seutuhnya mengalir ke Indonesia. Pasalnya, hampir seluruh perusahaan smelter pengolah bijih nikel dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas. Dengan begitu, perusahaan China berhak untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri. 

Ditambah lagi, ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya.

"Jadi, penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar," terangnya.

Faisal menyebut perusahaan smelter nikel bebas pajak karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih. Insentif pajak itu diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan BKPM.

Tak hanya itu, sambung Faisal, perusahaan nikel China di Indonesia juga tidak membayar royalti. Pasalnya, yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional. Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor. 


Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved