Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo meminta maaf soal laporan harta kekayaan atau LHKPN yang membuat gaduh di masyarakat. Politikus muda Golkar itu pun mengaku siap dan minta dibimbing KPK terkait laporan LHKPN dan pencegahan korupsi di kantornya.
"Saya juga ingin meminta maaf juga ini menjadi kegaduhan di publik dan prinsipnya saya semenjak duduk sebagai menteri. Kita pasti yang namanya komitmen dalam menjalankan integritas, akuntabilitas dan transparansi," kata Dito di kantornya, Selasa (25/7).
Dito menyampaikan baru kali ini menjadi penyelenggara negara ketika dilantik sebagai menteri. Oleh karenanya, ia mengaku siap direvisi dalam hal-hal pencegahan korupsi dan semacamnya, termasuk terkait LHKPN.
Dalam LHKPN, Dito mempunyai harta kekayaan total senilai Rp 282 miliar. Namun yang menjadi sorotan ialah adanya harta senilai Rp 162 miliar yang statusnya hadiah.
"Terkait dengan hibah dan hadiah tadi saya juga sudah minta maaf, harusnya kita konsultasi sebelum mengisi ke KPK karena memang ini sebatas kita bingung di definisi," kata dia.
Menurut Dito, asetnya yang berstatus hadiah itu merupakan pemberian mertua. Aset itu diberikan kepada istrinya yang kemudian tercatat dalam LHKPN sebagai harta bersama.
"Itu langsung atas nama istri," kata dia.
Dito mengaku belum paham soal beda hadiah dan hibah tanpa akta. Ia kemudian memilih menulis status hadiah karena memahaminya seperti itu.
"Di definisi yang kita pahami, hibah itu harus nama dari pemilik sebelumnya pindah ke nama baru. Jadi itu murni teknis tapi tidak apa-apa, jadi Pak Pahala [Deputi Pencegahan KPK] juga mungkin baru sekali ada fenomena ini, ya?" kata Dito.
Dito pun yakin, salah definisi soal pelaporan LHKPN itu tidak hanya terjadi pada dirinya. Tapi banyak anak muda sepertinya juga mengalami hal sama.
"Saya yakin ini tidak hanya satu. Banyak sekali orang yang mengalami situasi seperti ini tapi kita, ya, sebagai anak muda memang harus direvisi dan pasti kita revisi," imbuh Dito.
"Jadi ini juga merupakan proses dan konsekuensi menjadi menteri termuda dan pasti disorot dan saya siap mempertanggungjawabkan semuanya," pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan membenarkan bahwa memang ada kolom hadiah dalam pengisian LHKPN. Namun menurut dia hal itu untuk penyelenggara negara yang misalnya mendapat aset dari hadiah undian atau penghargaan.
Ia mengaku kaget saat melihat LHKPN Dito. Sebab, aset yang berstatus hadiah itu mencapai Rp 162 miliar.
"Jadi kalau sebesar ini ita nggak pernah, makanya saya bilang saya kaget, kok gede bener," ujar Pahala yang berada di sebelah Dito.
KPK kemudian mengklarifikasi kepada Dito sehingga ditemukan adanya kesalahpahaman. KPK kemudian menyarankan status hadiah itu diubah menjadi hibah tanpa akta.
"Disebut hibah karena diberikan khusus dari orang tua atau mertuanya dan masih hidup. Kalau meninggal, namanya waris. Tanpa akta juga karena ada beberapa barang kita juga enggak pusing mau dipindahnamakan atau enggak, pokoknya sudah diakui milik ya sudah, laporkan," papar Pahala.
Dito disarankan untuk merevisi LHKPN tersebut yang kemudian disetujui.
"Jadi saran saya ke Pak Menteri mungkin bagusnya direvisi saja Pak. Karena hadiah ini, satu, tidak terlalu pas peruntukannya waktu kita bikin. Yang kedua, hadiah itu selalu konotasinya gratifikasi, padahal itu dari keluarga enggak ada hubungannya dengan jabatan," jelas Pahala.
"Pak menteri setuju untuk merevisi dan itu diperbolehkan, mengganti kategorinya saja, semua yang masuk kategori hadiah akan diganti jadi hibah tanpa akta," imbuhnya.
Perihal LHKPN, Pahala menyebut KPK menawarkan bantuan kepada jajaran di Kemenpora untuk pengisiannya. Dito pun kemudian menceletuk bahwa dirinya membutuhkan bantuan itu.
"Kita tawarkan bantuan ke Kemenpora kalau ada LHKPN yang perlu diteliti dari inspektorat," ujar Pahala.
"Menterinya perlu Pak, mau diajarin," ujar Dito sambil tertawa yang juga disambut senyum Pahala.
"Kita tawarkan supaya ya jangan juga orang bisik-bisik aplikasinya terbuka tetapi ada beberapa pegawai yang tidak pas profilnya, kita akan bantu," pungkas Pahala.