Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) menyebut, Fadil Imran diduga melakukan intimidasi kepada saksi kasus KM 50.
Hal itu diungkakan Wakil Koordinator Lapangan (Wakorlap) GNPR, Buya Husein dalam aksi di depan Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2023), untuk mengusut tuntas kasus KM 50.
Sebelum menyampaikan itu, pihaknya mendukung penuh Polri dalam upaya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan bersih-bersih dari oknum-oknum bermasalah demi menjaga wibawa Korps Bhayangkara itu sebagai institusi penegak hukum dan keamanan di NKRI dan pengayom masyarakat.
"Akan tetapi segala upaya baik Kapolri dalam membersihkan Institusi Polri dari oknum-oknum polisi bermasalah menjadi tercoreng dan sia-sia belaka akibat memberikan kenaikan pangkat kepada Fadil Imran menjadi Komisaris Jenderal sebagai Kabaharkam, padahal Fadil Imran amat bermasalah serta tidak pantas mendapat kenaikan jabatan serta pangkat," kata dia.
Ada 10 hal mengapa Fadil dianggapnya bermasalah serta tidak pantas mendapat kenaikan jabatan serta pangkat.
Selain diduga melakukan intimidasi kepada saksi kasus KM 50, Fadil terlibat dalam peristiwa pelanggaran HAM berat KM 50 yang berakibat terbunuhnya enam pengawal Habib Rizieq Sihab.
Lalu, Fadil diduga kuat terlibat pengintaian dalam detik-detik peristiwa KM 50 yang ilegal tidak sesuai KUHAP karena Habib Rizieq Syihab saat itu masih berstatus saksi.
"Ketiga dugaan Keterlibatan penyitaan barang bukti Ilegal pada kasus KM 50 (tambahkan surat PN), keempat dugan keterlibatan Obstruction of Justice lewat penghilangan CCTV KM 50, lima dugaan melakukan intimidasi kepada saksi KM 50," tuturnya.
"Enam, dugaan kuat di saat melakukan konferensi pers pada Senin tanggal 7 Desember 2020 memberikan keterangan yang tidak sesuai fakta atau berbohong atau berdasarkan Informasi yang tidak pasti sehingga menyebabkan keonaran atau berpotensi menyebabkan keonaran," sambung dia.
Berikutnya, adanya informasi dugaan keterlibatan Fadil Imran dalam penyelundupan narkoba di Bandara Soekarno-Hatta yang perlu diselidiki akan kebenarannya.
Kemudian dugaan keterlibatan dalam kasus Obstruction of Justice pada kasus Ferdy Sambo, serta secara terbuka menunjukkan dukungan terhadap Sambo dengan adegan pelukan hangat.
Sembilan, dugaan "main mata" dalam kasus KM 50 dengan 'Geng Sambo' yang saat itu duduk sebagai Kadiv Propam Mabes Polri yang membentuk Satgas Khusus Mabes Polri untuk memantau kasus pelanggaran disiplin Polri pada kasus KM 50 lewat hadirnya Hendra Kurniawan dalam konferensi pers pada Senin, 7 Desember 2020.
"Terakhir, dugaan keterlibatan dalam Satgasus Merah Putih yang berdasarkan informasi beredar di kalangan publik diduga membekingi mafia perjudian," tutur dia.
"Kami akan terus dan tidak akan berhenti berjuang untuk bersihnya Polri dari oknum bejat dan bermasalah demi marwah Polri," sambungnya.
Adapun Massa dari GNPR sudah selesai menggelar aksi di depan Mabes Polri untuk mengusut tuntas kasus KM 50.
Berdasarkan pantauan Wartakotalive.com di lokasi, massa membubarkan diri pada Rabu sore sekira pukul 17.17 WIB.
"Massa selesai melakukan aksi di depan Mabes Polri dengan tertib dan aman," ujar Wakapolres Metro Jakarta Selatan, AKBP Harun.
Ia mengatakan, pihak Mabes Polri telah menerima audiensi massa itu terkait dengan tuntutan yang diminta.
"Tadi juga sudah diterima audiensinya oleh Mabes Polri," kata dia.
Dua Polisi Penembak Laskar FPI Divonis Bebas
Polda Metro Jaya buka suara terkait putusan bebas dua anggota kepolisian yang menjadi terdakwa kasus penembakan KM 50.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol E Zulpan mengatakan bahwa pihaknya sudah mendengar tentang putusan bebas terdakwa Ipda M. Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan.
Terkait putusan sidang itu disampaikan majelis bahwa kedua terdakwa yang merupakan anggota Polda Metro Jaya tidak dijatuhkan hukuman.
Sebab, majelis berpikir bahwa perbuatan terdakwa karena berdasarkan pembelaan diri atau karena terpaksa dan terpaksa melampaui batas.
Selain itu, kedua terdakwa juga tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenar dan pemaaf.
Kata Zulpan, dalam putusannya, majelis hakim juga meminta agar semua pihak memulihkan semua hak hakitat terdakwa.
Biaya perkara tersebut juga akan dibebankan ke negara.
"Dalam artian itu poin-poin penting pada putusan majelis hakim jadi bebaskan terdakwa dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)," ungkap Zulpan di Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Jumat (18/3/2022).
Zulpan mengatakan, dari putusan hakim itu, Polda Metro Jaya mengeluarkan dua sikap.
Pertama Polda Metro Jaya menghargai keputusan pengadilan yang dilaksanakan transparan dan terbuka.
Sikap kedua, Polda Metro Jaya menyebut bahwa keputusan majelis hakim menjadi bukti bahwa penembakan terhadap anggota laskar FPI tidak menyalahi standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
"Kedua terkait dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, peristiwa km 50 ini artinya yang dilakukan kepolisian di km 50 sesuai SOP yang telah dilakukan anggota di lapangan," jelas Zulpan.
Sebelumnya dua anggota Polda Metro Jaya, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, menjadi terdakwa atas tewasnya enam anggota FPI di Jalan Tol KM 50 Jakarta-Cikampek.
Keduanya didakwa dengan pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Sujud syukur
Sementara itu, terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella sujud syukur setelah divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, atas dugaan unlawful killing terhadap enam anggota FPI.
Video sujud syukur kedua terdakwa itu beredar di media sosial, salah satunya dibagikan oleh akun Twitter @Nirmala_2205.
Dalam video berdurasi 45 detik itu, keduanya tampak tersenyum setelah melakukan sujud syukur.
Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh koordinator kuasa hukum terdakwa Henry Yosodiningrat.
"Iya, saya awali, saya dulu, tadi lihat mereka berdua mengikuti."
"Setelah saya sujud syukur, mereka berdua juga sujud syukur," kata Henry saat dikonfirmasi awak media, Jumat (18/3/2022).
Tak hanya melakukan sujud syukur, Henry juga mengatakan kedua kliennya itu turut melayangkan ungkapan terima kasih.
Bahkan setelah melakukan sujud syukur, keduanya tampak membasuh air mata.
"Iya terharu karena putusan yang adil menurut mereka," jelas Henry.
Sujud syukur yang dilakukan oleh kedua terdakwa itu terjadi di pendopo rumah Henry Yosodiningrat.
Sebab, pada persidangan vonis ini, keduanya menjalani sidang secara virtual.
Respon kuasa hukum laskar FPI
Di sisi lain, Aziz Yanuar, kuasa hukum keluarga enam anggota FPI yang tewas ditembak di KM 50 Cikampek, mengaku tak kaget dengan vonis bebas dua terdakwa dugaaan unlawfull killing.
Ia mengaku sudah memprediksi jauh-jauh hari perihal vonis majelis hakim yang membebaskan dua polisi itu.
Mantan tim advokat FPI ini mengatakan, sejak awal proses hukum terhadap dua terdakwa itu banyak kejanggalan.
Oleh karena itu, ia tak bisa menerima alasan majelis hakim yang membebaskan kedua polisi itu dari segala tuntutan, dengan dalih penembakan yang dilakukan merupakan upaya membela diri.
"Alasan itu sesat dan dijadikan instrumen untuk menjustifikasi duggaan pembunuhan. Saya tidak habis pikir," ucap Aziz.
Disinggung soal apakah ada langkah hukum lanjutan yang akan ditempuh pihak keluarga korban, Aziz mengaku pihaknya belum berencana mengambil langkah tersebut.
"Hukum dunia sementara tidak ada," ucapnya.